Penyiaran
- Kelompok 1
- May 14, 2020
- 2 min read

A. Undang-Undang Pers
Undang-Undang Pers disahkan oleh Presiden Habibie pada 23 September 1999. Undang-Undang mendapat dukungan serta kerjasama dari rakyat. Semua unsur masyarakat dan industri mendukung UU Pers. Maka lahirlah UU No. 40 Tahun 1999 tentang Pers. Sementara itu, UU No. 32 tahun 2002 tentang penyiaraan mengatur media penyiaran yang menggunakan frekuensi publik. Negara Demokrasi lainnya di dunia sangat ketat akan hal ini, karena melibatkan frekuensi publik. Justru di dalam negeri menimbulkan polemik antara pihak industri yang bersiaran nasional dengan yang bersifat lokal dan antara industri penyiaran nasional dengan masyarakat sipil secara umum. UU Penyiaran tersebut disahkan pada pemerintahan Megawati, walaupun pembahasannya berlangsung dari tahu 1999. Pelaku industri sebagian besar menolak dan mengajukannya MK. Presiden Megawati pun tidak menandatangani UU tersebut. Namun, berdasarkan peraturan perundang-undangan yang berlaku, seiring berjalannya waktu yang sudah ditentukan , maka secara tidak langsung UU tersebut menjadi sah dan memang sudah di bahas di DPR dan pemerintah.
B. Demokrasi Indonesia
Pancasila dan UUD 1945 adalah filsafat dan ideologi yang menjadi dasar dan arah untuk membangun Indonesia yang demokratis. Konstitusi kita menekankan perlunya menegakkan prinsipprinsip kehidupan yang demokratis. Negeri ini juga secara tegas menyatakan ingin menegakkan desentralisasi melalui otonomi daerah yang luas sesuai dengan Undang-Undang Dasar 1945 pasal 18, 18A, 18B. Negera Indonesia tidak mendasarkan dirinya pada kebebasan berpolitik dan berpendapat serta jaminan didalamnya yang tercantum pada pasal 27, 28 dan 29. Namun, demokrasi Indonesia juga menjamin adanya hak ekonomi, sosial dan budaya masyarakat sebagaimana tercantum pada pasal 31, 32, 33 dan pasal 34. Negeri ini mengutamakan dan mendahulukan kepentingan nasional, meskipun tidak harus menjadi chauvinis.
C. Demokrasi Telekomunikasi/Komunikasi dan Penyiaran
Indikator dari sebuah negara yang demokratis adalah terdapatnya jaminan kemerdekaan berekspresi (freedom of expression), kemerdekaan berbicara (freedom of speech), dan kemerdekaan pers (freedom of the press). Harus ada jaminan terhadap diversity of voices, diversity of content dan diversity of ownership.
D. Regulasi Telekomunikasi dan Penyiaran
Undang-Undang Telekomunikasi dan Penyiaran yang sekarang ada tampak secara paradigmatik memang mengandung perbedaan mendasar. Di dalam Undang-Undang Telekomunikasi dinyatakan bahwa penyelenggara telekomunikasi terdiri dari tiga institusi yaitu: 1. Penyelenggara jaringan telekomunikasi. 2. Penyelenggara jasa telekomunikasi dan 3. Penyelenggara telekomunikasi khusus. Negara dalam hal ini membiarkan penyelenggara jaringan dan jasa telekomunikasi dapat dikuasai oleh asing.Jika dilihat dari kasus IM2 (Perusahaan swasta, anak perusahaan Indosat) dan Indosat (perusahaan swasta berstatus Penanaman Modal Asing). Kasus kedua sempat menjadi delik dan polemik UU Telekomunikasi dan UU Penyiaran. Hubungan kerja ini bisa berlangsung tidak sehat, misalnya bisa terjadi deskriminasi dengan perusahaan penyelenggara jasa komunikasi yang mempunyai kerjasama dengan Indosat. Perbedaan paradigma antara Undang-Undang Telekomunikasi dan Undang-Undang Penyiaran perlu segera diselesaikan, termasuk sinkronisasi Undang-Undang.
Comments