UU ITE
- Kelompok 1
- Apr 29, 2020
- 4 min read
Updated: Jun 11, 2020

Materi-materi yang dibahas dalam UU ITE mencakup hal-hal seperti informasi, dokumentasi dan tanda tangan elektronik, penyelenggara sertifikasi elektronik dan sistem elektronik, transaksi elektronik, nama domain, HAKI dan perlindungan hak pribadi, perbuatan yang dilarang, penyelesaian sengketa, peran pemerintah dan masyarakat penyidikan serta berbagai ketentuan seperti ketentuan umum, pidana, peralihan, dan penutup. UU ITE yang telah ditetapkan, semuanya disusun dan dirancang berdasarkan pada rujukan-rujukan internasional. Rujukan internasional tersebut, diantaranya UNCITRAL Model Law dalam bidang Electronic Commerce dan Electronic Signature, EU Directives dalam bidang Electronic Commerce dan Electronic Signature dan Convention on Cybercrime. Terdapat beberapa tujuan pembentukan UU ITE dimana seluruhnya mencakup kesejahteraan bagi masyarakat informasi kaitannya dengan teknologi informasi. Teknologi informasi sangat membantu pemerintah, maka dari itu pemanfaatan teknologi informasi secara maksimal dapat meningkatkan diseminasi informasi dan akses kepada informasi serta meningkatkan akuntabilitas, transparansi, efisiensi, dan efektivitas terkait penyelenggaraan pemerintah.
UU ITE dibentuk dengan target yang telah ditetapkan. Beberapa lembaga di Indonesia juga diperlukan dalam rangka implementasi UU ITE di Indonesia. Indonesia -Security Incident Response Team on Internet Infrastructure (ID-SIRTII), Indonesia Domain Name Registry (PANDI), Indonesia- Computer Emergency Response Team (ID-CERT), serta Cyber Crime Unit - Indonesia National Police merupakan lembaga-lembaga yang dapat menjadi contoh dalam mengimplementasikan dan menegakkan apa yang tertulis dalam UU ITE. dalam UU ITE terdapat 9 peraturan pemerintah yang diamanatkan.
UU ITE merujuk pada regulasi internasional sehingga apabila terdapat pelanggaran yang dilakukan di sebuah negara maka proses penindakannya akan berdampak pada negara lain yang merujuk pada regulasi internasional tersebut. UU ITE juga mengatur dan menjadi pedoman penindakan bagi kasus-kasus pelanggaran hal-hal yang berkaitan dengan transaksi elektronik dan lain-lain seperti yang telah disebutkan sebelumnya.
Sistem administrator perusahaan memiliki izin agar dapat mengakses komputer karyawan dalam hal ini guna melaksanakan tugas dan tanggung jawab yang mengharuskan tindakan tersebut. Tugas dan tanggung jawabnya adalah memastikan Sistem Elektronik agar beroperasi dengan aman, hal ini sesuai dengan Pasal 15 UU ITE. Pasal 30 UU ITE juga mengatur mengenai tindakan pidana apabila seseorang sengaja dan tanpa hak mengakses komputer orang lain untuk mendapatkan informasi dengan cara apapun.
UU ITE dan UU Pornografi saling melengkapi, contohnya Pasal 27 UU ITE melarang orang mendistribusikan atau memuat konten yang melanggar keasusilaan sedangkan UU Anti Pornografi mengatur batasan pornografi sebagai bagian dari hal yang melanggar keasusilaan dalam UU ITE. Aparat penegak hukum dapat melakukan intersepsi apabila memiliki kewenangan yang diatur oleh UU, misalnya UU tentang korupsi memberikan kewenangan kepada KPK untuk melakukan intersepsi.
Cybercrime dalam arti sempit adalah tindakan ilegal menggunakan sistem elektronik yang mengancam keamanan dan data informasi milik orang lain. Proses penyelidikan cybercrime menggunakan laboratorium forensik komputer, proses sidik dilakukan di cyberspace, penanganan komputer sebagai TKP, selama proses persidangan keterangan ahli menggunakan ahli IT. Pasal 40 ayat 6 UU ITE mengamanatkan pemerintah untuk mengakomodir kepentingan pusat data untuk menangani tindak pidana yang menggunakan sistem elektronik. Pasal 84 ayat 2 KUHAP mengatur bahwa locus delicti sebagai tindak pidana adalah tempat tindak pidana dilakukan.
Identitas dalam dunia siber berupa attributed identity (nama, tanggal lahir) dan biometric identity (sidik jari, retina, DNA). Identity theft adalah seseorang menggunakan identitas orang lain secara sengaja untuk melakukan perbuatan melawan hukum. Identitas yang dicuri dapat digunakan untuk melakukan teror atau penipuan dan mengambil hak uang orang lain dengan menggunakan kartu kredit orang lain tersebut. Pencegahan yang dapat dilakukan adalah dengan menggunakan anti virus, mengunjungi situs terpercaya, dll. Karakteristik informasi atau dokumen elektronik yang digunakan sebagai digital evidence adalah tidak mudah rusak, mudah diperbanyak dan mudah hilang. Alat bukti digital dapat ditemukan dari CPU, hard drives, floppy diskettes, data tapes, memory cards, kamera digital, perekam video, MP3 player, printer, dll. Tahap menyajikan forensik komputer adalah pengumpulan, penyimpanan, penyaringan dan presentasi. Bukti informasi elektronik sebagai alat bukti diatur dalam pasal 184 KUHAP.
Sertifikasi keandalan terpercaya dibuat dan disahkan oleh pihak berwenang sesuai dengan perundang-undangan. Dalam perundang-undangan yang dikatakan sebagai pihak berwenang adalah pemerintah selaku pembuat dan pengesah peraturan perundang-undangan (pasal 1 butir 1 UU ITE). Sementara itu, jika berbicara tentang transaksi elektronik, transaksi elektronik dapat dikatakan sudah terjadi ketika kedua pihak sebagai pengirim dan penerima kontrak atau perjanjian sudah mencapai kata sepakat, kesepakatan tersebut menjadi tanggung jawab diantara keduanya.
Kontrak elektronik merupakan perjanjian yang dibuat dengan sistem elektronik, tujuan untuk menjadi bukti karena transaksi yang dilakukan secara digital melalui perangkat elektronik, tidak secara konvensional. Syarat suatu perjanjian agar dinyatakan sah sebagai berikut. Berbicara tentang kontrak, dalam UU ITE tidak secara tegas mengatur tentang kontrak baku (standar). Namun, dalam UU no. 8 tahun 1999 Pasal 9 UU ITE terdapat berbagai syarat dalam melakukan atau membuat kontrak baku, singkatnya, kontrak yang dibuat tidak merugikan konsumen.
Menyinggung Agen Elektronik, agen tersebut wajib menyertakan informasi yang berkaitan dengan penyelenggara Agen Elektronik, objek yang ditransaksikan, syarat kontrak dan prosedur bagaimana mencapai kesepakatan, jaminan privacy dan/atau proteksi data personal dan kelayakan atau keamanan sistem. Dalam UU ITE juga mengatur tentang administrator/sysadmin sistem informasi pegawai.
Pidana dan Hukum Acara Pidana
UU ITE dan UU Pornografi memiliki hubungan yang saling menguatkan dan memiliki fokus yang sama yaitu, kesusilaan. Keterkaitan itu terlihat pada pasal 27 UU ITE dengan pembatasan pornografi dalam UU Pornografi. Dalam Pasal 31 UU ITE, diatur bahwa boleh dilakukan penyadapan asal sesuai tanggung jawab dan harus memiliki penugasan yang jelas. Serta penyadapan hanya boleh dilakukan oleh Aparat yang memiliki wewenang oleh hal tersebut. Aparat juga berhak memeriksa software yang ada pada perangkat elektronik warga negara. Tujuan dilakukan pemeriksaan untuk melindungi Hak Kekayaan Intelektual (HAKI) dari software tersebut. Pemeriksaan ini hanya dapat dilakukan oleh Aparat dengan keahlian khusus dalam bidang IT.
sumber:
Materi Diskusi UU ITE
Comments