Perkembangan Radio masa Pendudukan Jepang dan Belanda di Indonesia
- Kelompok 1
- Mar 6, 2020
- 6 min read
Solosche Radio Vereeniging (SRV)
Solosche Radio Vereeniging dikepalai oleh Pengageng Praja Mangkunegaran. Kanjeng Gusti Pangeran Adipati Aryo (KGPAA) Mangkunegoro VII merupakan seseorang yang ada dibalik lahirnya SRV. Siaran perdana SRV berupa klenengan yang disiarkan langsung ke Belanda. Hal ini mendapatkan respon yang cukup baik dengan datangnya sebuah telegram dari Belanda yang menyatakan bahwa siaran SRV dapat didengar di Eropa. 1
Februari 1934, SRV untuk pertama kalinya menyiarkan music keroncong yang berasal dari Perhimpunan Musik Keroncong Montecarlo. SRV pun mendirikan beberapa cabang di kota lain untuk memperluas jangkauan siarnya di beberapa kota, yaitu:
a. Jakarta yang didirikan pada tanggal 8 April 1934 yaitu VORO (Vereeniging voor Ostche Radio Oemroep).
b. Bandung yang didirikan pada tanggal 30 April 1934 yang dinamakan VORL (Vereeniging voor Oostche Radioluisteraars)
c. Cabang ketiga berada di kota Surabaya yang diberi nama VORS (Vereeniging voor Oostche Radio Surabaya)
d. Madiun pada tahun 1936 bernama EMRO (Eerste Madiunsche Radio Oemroep)
e. kota Semarang yang berfungsi sebagai stasiun relay untuk wilayah Semarang yang
pada tahun 1936
f. Purwokerto dipimpin oleh Wiriosastro
g. Bogor yang dipimpin oleh Kaprawi
Oktober 1934, di Solo didirikan sebuah stasiun radio yang dinamakan SRI (Siaran Radio Indonesia) yang dikelola oleh bangsawan Kasunanan Surakarta. 15 Januari 1935, SRV mengadakan sebuah kongres di Solo. Keputusan penting dalam pertemuan ini yaitu SRV harus mempunyai gedung sendiri untuk memadai siaran. Namun, anggaran yang ada pada saat itu tidak mencukupi. Pada akhirnya, SRV meminta bantuan kepada Mangkunegoro VII, dan Mangkunegoro VII menyerahkan tanah seluas 5000 meter persegi seharga 15 ribu rupiah yang terletak di kampung Kestalan. 15 September 1935, pembangunan mulai dilaksanakan. 1934, Pemerintah Belanda memberi izin pendirian stasiun radio yang bernama NIROM (Nederlands Indische Radio Omroep). NIROM mendirikan beberapa stasiun relay di beberapa kota besar di Pulau Jawa. 1936, NIROM membuka siaran khusus program ketimuran. Langkah pertama yaitu melakukan relay siaran dari perkumpulan radio ketimuran dengan memberi imbalan berupa dana atau yang dikenal saat ini yaitu membeli hak siar. Semakin banyak jam relay semakin tinggi hak siar yang harus dibayar. Hal ini memicu NIROM untuk memonopoli siaran. Berdasarkan paparan di atas, dapat disimpulkan beberapa karakteristik SRV, yaitu:
1. SRV didirikan karena kebutuhan komunitas budaya Jawa di
Mangkunegaran.
2. Pendirian SRV bukan semata-mata sebagai tujuan utama,
melainkan SRV digunakan sebagai media untuk menyuarakan ekspresi budaya
komunitas Jawa.
3. Organisasi SRV dan kepengurusannya dibentuk oleh
anggota komunitas itu sendiri.
4. Pembiayaan didapatkan dari iuran
pengurus dan anggota, terdapat prinsip mandiri yang bisa dilihat dari hal ini.
5. Untuk memperluas jangkauan siarannya, SRV membuka cabang di
beberapa daerah dan cabang tersebut dibiarkan tumbuh mandiri.
6. SRV membentuk organisasi PPRK untuk mendukung eksistensinya.
Hoso Kyoku (Era Penguatan Konten Lokal)
Jepang bergabung dengan Jerman untuk melawan Sekutu. Jepang juga ingin mendapatkan dukungan dari Indonesia dengan cara terus mengobarkan semangat Asia Timur Raya dan menjanjikan Asia Timur Raya lebih makmur. Dengan kondisi ini, maka Jepang membuat Indonesia merasa bahwa Jepang sangat dinanti-nantikan oleh Indonesia. Ma dari itu, pada akhirnya awal maret 1942 pasukan Jepang berhasil mendarat di Indonesia. Hal ini tentu menimbulkan kecemasan bagi Belanda, maka dari itu Belanda langsung membumihanguskan semua fasilitas yang strategis, termasuk salah satunya SRV.
Solo Hoso Kyoku
Jepang membentuk Hoso Kanri Kyoku di Jakarta dengan cabang- cabangnya di Bandung, Semarang, Yogyakarta, Solo, Surabaya, Purwokerto dan Malang. Cabang tersebut Hoso Kyoku, dimana setiap Hoso Kyoku mempunyai cabang yang disebut Shidanso.
Hoso Kyoku di Medan
Medan Hoso Kyoku di Sumatera Utara pada awalnya menyelenggarakan siaran dari bekas gedung Perkebunan Deli Maatschappij di Sungai Sekambing, dengan station call “JSAK JSAK KOCIRA WA Medan Hoso Kyoku DE ARIMACU”. Siaran Medan Hoso Kyoku dikelola oleh 7 orang warga Indonesia dan kontrol siaran dilakukan secara ketat.
Perlakuan Berbeda
Solo Hoso Kyoku yang mengudara terlebih dahulu pada tanggal 11 Maret 1942, dipengaruhi oleh pola komunikasi antara Komandan Pasukan Jepang di Solo dengan mantan pengelola SRV. Siaran perdana Solo Hoso Kyoku mendapat perlakuan istimewa karena dirayakan oleh kepanduan yang hadir dan menyanyikan beberapa lagu kebangsaan Indonesia sehingga menggugah semangat nasionalisme. Dalam pembukaan siaran Solo Hoso Kyoku menggunakan tanda pengenal siaran berupa gendhing Jawa Puspawarna, dan Ayak-ayakan Kaloran sebagai penutupnya, dan bertahan hingga 19 Agustus 1945. Penggunaan gendhing Jawa tersebut dalam rangka melestarikan rasa cinta kepada bangsa sendiri.
Kebijakan Siaran Pemerintahan Militer Jepang
Kantor Hoso Kanri Kyoku berpusat di Jakarta dan memiliki cabang di Bandng, Purwokerto, Semarang, Surakarta, Yogyakarta, Surabaya, Malang dan Medan dengan nama Hoso Kyoku. Keberadaan Hoso Kanri Kyoku untuk melakukan kontrol terhadap siaran di radio. Aturan terkait aspek konten (isi) siaran radio yang ditetapkan oleh Jepang yaitu pertama, Jepang melarang Hoso Kyoku menyiarkan lagu Belanda dan musik Barat lainnya. Pada masa ini menyebabkan musik keroncong, lagu-lagu Indonesia, seni drama dan lainnya mengalami kemajuan pesat. Kedua, larangan penggunaan bahasa asing selain Bahasa Jepang, segala siaran wajib menggunakan bahasa Indonesia. Hal ini menyebabkan masyarakat Indonesia semakin familiar dengan Bahasa Indonesia. Ketiga, radio dijadikan alat untuk menanamkan semangat busyido Seisyin atau semangat kesatria Jepang kepada orang tua, pemimpin, dan raja. Penanaman semangat tersebut salah satunya melalui acara siaran senam pagi yang disebut “Radio Taiso”. Keempat, segala materi siaran kata Hoso Kyoku kecuali dari Kantor Berita Jepang Domei, harus disensor oleh Bunkaka. Kelima, Hoso Kyoku secara rutin menyelenggarakan pelajaran Bahasa Jepang guna mendukung kebijakan penerapan pelajaran Bahasa Jepang di sekolah-sekolah. Era Hoso Kyoku secara nyata berhasil mengembangkan program acara siaran yang sifatnya local (local content).
Membidani Lahirnya Radio Republik Indonesia
Tanggal 15 Agustus 1945 Jepang menyerah tanpa syarat, kemudian pemerintah Jepang memerintahkan seluruh pimpinan Hoso Kyoku agar menutup siaran per 19 Agustus 1945. Penutupan tersebut menimbulkan kevakuman komunikasi massa. Mantan broadcaster Hoso Kyoku di Solo Maladi mengirim surat dan mengajak beberapa temannya untuk mengadakan pertemuan di Jakarta guna membahas tindak lanjut dari penutupan siaran Hoso Kyoku. Tokoh yang terlibat dalam pertemuan tersebut ialah Maladi, Sutardi Hardjolukito, Suhardi, Harto, Sumarmadi, Sudomomarto, Suharjo, Syakti Alamsyah, Darya, Agus Marah Sutan, Adang Kadarusman, Suryodipuro, Yusuf Ronodipuro, Sukasmo, Syawal Mochtarudin, dan Caca. Mereka bertekad akan membentuk Persatuan Radio Republik Indonesia dan menunjuk Dr. Abdulrachman Saleh sebagai perwakilan orang radio apabila dibutuhkan komunikasi terhadap pemerintah. Maladi bersama rombongan lainnya kemudia memutuskan untuk menuju ke rumah Adang Kadarusman di Menteng Dalam untuk melakukan rapat yang mereka sebut “Perjuangan Kita”, dipimpin oleh Abdulrachman Saleh. Rapat tersebut membahas tiga kategori permasalahan, yaitu :
1. RRI didirikan atas dasar Proklamasi 17 Agustus 1945.
2. RRI didirikan dengan tujuan perjuangan bangsa dan negara RI untuk membela dan
menegakkan kedaulatan dan kemerdekaan negara, menggalang persatuan nasional
dan membangun cita-cita kemerdekaan. Komunikasi antara pemerintah dengan
rakyat dan rakyat dengan rakyat. Pembinaan jiwa dan semangat Proklamasi 17
Agustus 1945.
3. Setiap pegawai RRI yakin dan setia terhadap perjuangan RRI, mengutamakan
kepentingan bangsa.
4. Seluruh korps RRI membela dan menjaga alat-alat radio demi keselamatan RI.
5. Siaran RRI tidak boleh lenyap dari udara.
6. RRI merupakan Badan Nasional Penyiaran Radio bersifat persatuan dan berkantor
pusat sementara di Jakarta.
7. RRI dipimpin oleh seorang Pemimpin Umum, kepala-kepala bagian di Pusat
sebagai pembantunya dan kepala-kepala studio di daerah sebagai wakilnya.
8. Status RRI belum ditetapkan oleh pemerintah, RRI sebagai sebuah unit yang
tidak bisa dipisahkan.
9. Bagian siaran dan bagian pemancar/teknik merupakan satu unit tak
terpisahkan.
10. Komunikasi pusat dan daerah menggunakan telegrafi yang diselenggarakan
oleh RRI.
11. Pemimpin umum RRI sebagai penghubung RRI dengan pemerintah.
12. Penguasaan pemancar dan alat radio dari tangan Jepang.
13. Mempersiapkan pemancar-pemancar gerilya mobil dalam menjamin
kelangsungan RRI.
14. mengobarkan semangat kemerdekaan dan jiwa Ptoklamasi 17 Agustus 1945
kepada seluruh rakyat.
15. Menyebarkan ke seluruh dunia tentang cita-cita dan perjuangan bangsa
Indonesia yang merdeka.
PERIODE TRANSISI DARI HOSU KYOKU MENJADI RRI
Pada tanggal 13 September 1945, Maladi menemui Petinggi Hosu Kyoku di Solo yaitu, Yasaki (Kepala Hosu Kyoku setempat) dan Yamamoto (Kepala Siaran). Menjelang perang 28 Oktober 1945, Abdurachman Saleh menghadap Presiden RI untuk meminta izin mengeluarkan pemancar besar yang didapat dariorang Jepang untuk dibawa keluar kota, misi itupun berhasil. Di Semarang (20 Novemeber 1945), Surakarta dan Yogyakarta (25-27November 1945) tidak luput dari serangan Inggris dengan dilakukan pengeboman. Namun, pemancar dan alat-alat radio terutama dari RRI Semarang, berhasil diselaatkan dan dibawa ke Pati, Pekalongan dan Salatiga. Pasukan Inggris bergerak hingga ke Magelang namun, dihadang oleh pasukan TKR dan laskar rakyat.
SIARAN LUAR NEGERI RRI
Nama RRI mulai dicintai dan dikenal oleh seluruh rakyat Indonesia. RRI dianggap sebagai penyambung isi hati nurani rakyat dan mendapat dukungan penuh dari rakyat. RRI pun mulai menyiapkan siaran luar negeri. Pemboman oleh Inggris tersebut memaksa RRI melakukan siaran luar negeri dengan alat seadanya di Tawamangu. Dengan gelomban pendek 30 meter dan tenaga 250 watt, siaran berhasil mengudara ke Australia dan Asia. Pada Bulan Maret 1946, siaran luar negeri RRI dari Tawamangu dapat dimulai dengan jumlah staf keseluruhan berjumlah 25 orang termasukl keluarga Suryodipuro. Siaran luar negeri dapat berjalan baik berkat bantuan Letkol. Sastro Lawu.
Yorumlar